Pemerintah irak mengumumkan target ambisius di sektor energi. Baghdad membidik penghentian impor gas dari Iran pada 2028 sambil mempercepat proyek penangkapan gas suar yang selama ini terbuang di ladang minyak. Arah baru ini diikat pada dua sasaran langsung. Pasokan gas untuk pembangkit listrik harus stabil sepanjang tahun. Ketergantungan impor yang mahal dan rawan gangguan harus dikurangi setahap demi setahap.
Di tingkat kebijakan, irak mengkaitkan agenda penghentian impor gas dengan percepatan proyek infrastruktur midstream. Pemerintah mendorong pembangunan fasilitas pemrosesan, kompresi, dan jaringan pipa agar gas yang muncul sebagai produk ikutan dari produksi minyak dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit. Otoritas energi menjelaskan tingkat pemanfaatan gas ikutan telah menembus kisaran 70 persen. Angka itu masih harus naik lagi agar pembangkit tidak perlu bergantung pada impor saat beban puncak musim panas. Program ini berjalan berdampingan dengan target jangka menengah untuk menutup praktik gas flaring pada akhir dekade.
Dorongan terbesar datang dari proyek Gas Growth Integrated Project di Basra. Paket investasi multi perusahaan ini memasukkan penangkapan dan pemrosesan hingga ratusan juta kaki kubik gas per hari, pengembangan infrastruktur air injeksi, serta penambahan kapasitas energi surya. Bagi irak, proyek ini sekaligus jembatan menuju ekspor produk hilir setelah peningkatan kapasitas kilang. Pemerintah telah menyiapkan jalur logistik dan fasilitas ekspor untuk menopang rencana itu.
Mengapa agenda ini mendesak. Selama beberapa tahun, irak masih menutup defisit listrik dengan gas impor dari Iran. Ketika skema pengecualian sanksi diperketat, pembayaran menjadi lebih sulit dan aliran gas tidak selalu konsisten. Kondisi ini berimbas pada pasokan listrik yang rapuh, terutama saat suhu melonjak. Pemerintah merespons dengan dua langkah. Pertama, membuka opsi pasokan alternatif melalui impor LNG dari mitra kawasan yang bersedia memasok cepat, termasuk kemungkinan penggunaan terminal terapung. Kedua, memperluas kerja sama teknis dengan perusahaan internasional untuk mempercepat komisioning fasilitas tangkap gas suar di ladang prioritas.
Di pasar minyak, irak juga menjaga disiplin terhadap kebijakan produksi OPEC Plus sambil mengoptimalkan ekspor ketika penyesuaian sukarela dilonggarkan. Pendapatan minyak yang lebih stabil diharapkan menjadi bahan bakar fiskal guna membiayai proyek gas dan pembangkit. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan peningkatan pemanfaatan gas domestik akan mengurangi impor bahan bakar cair untuk pembangkit yang selama ini mahal dan beremisi tinggi.
Meski arah kebijakan jelas, pekerjaan teknis masih panjang. Tantangan pertama adalah kesiapan jaringan pipa dari ladang ke fasilitas pemrosesan dan dari sana ke pusat beban listrik. Tanpa infrastruktur yang memadai, gas yang berhasil ditangkap tidak akan cepat mengalir ke turbin. Tantangan kedua adalah tata kelola proyek. Kontrak harus memberi kepastian komersial agar investor mau menanam modal pada infrastruktur yang masa balik modalnya bertahun-tahun. Tantangan ketiga adalah koordinasi pusat daerah, terutama pada wilayah produksi di selatan dan kebutuhan listrik yang menyebar luas.
Dampak langsung dari agenda ini akan terasa di sistem ketenagalistrikan. Bila penangkapan gas suar dan pengalihan ke pembangkit berjalan sesuai rencana, biaya bahan bakar listrik turun dan pasokan lebih andal. Jeda pemadaman pada jam sibuk dapat dipangkas, sementara subsidi energi bisa diarahkan lebih tepat sasaran. Di sisi lingkungan, pengurangan gas flaring menahan emisi dan polusi lokal. Ini relevan karena irak termasuk salah satu negara dengan tingkat flaring terbesar di dunia. Penurunan flaring menghadirkan manfaat ganda. Emisi berkurang dan gas yang tadinya hilang menjadi bahan bakar yang menghasilkan listrik dan penerimaan.
Agenda transisi ini juga membawa peluang industri. Produsen turbin, perusahaan konstruksi pipa, penyedia teknologi pemrosesan gas, hingga operator terminal LNG berpotensi menikmati permintaan baru. Untuk mitra internasional, kepastian regulasi dan skema pembiayaan akan menjadi kunci partisipasi. Pemerintah menegaskan keterbukaan terhadap kemitraan yang bisa mempercepat transfer teknologi dan memperluas kapasitas operasi perusahaan migas nasional.
Bagaimana dengan risiko. Pertama, jadwal yang ketat. Target 2028 mengharuskan proyek berjalan tanpa banyak penundaan. Keterlambatan pembebasan lahan dan pengadaan peralatan dapat menggoyang timeline. Kedua, dinamika geopolitik. Hubungan irak dengan pemasok regional, kebijakan sanksi, dan stabilitas internal bisa mempengaruhi kelancaran impor sementara dan arus investasi. Ketiga, kemampuan pembiayaan. Meski harga minyak menopang anggaran, kebutuhan dana untuk jaringan pipa, fasilitas pemrosesan, dan pembangkit tidak kecil.
Pada akhirnya, rencana energi irak memberi arah yang lebih jelas. Ketergantungan pada impor gas akan dikurangi melalui pemanfaatan gas suar, pembangunan midstream, dan opsi LNG. Jika proyek Basra dan program tangkap gas lainnya memenuhi tenggat, swasembada bahan bakar pembangkit semakin dekat. Keberhasilan akan diukur sederhana. Frekuensi padam menurun, biaya listrik lebih efisien, dan flaring turun konsisten. Dengan indikator itu, publik akan tahu apakah target 2028 hanya janji atau benar-benar tercapai.
Komentar